Pengembangan Prinsip Good Faith dalam Kontrak: Perspektif Komparatif

oleh
oleh

1. Cakupan Penerapan.

Terdapat variasi dalam ruang lingkup penerapan prinsip itikad baik. Beberapa yurisdiksi hanya menerapkannya pada tahap pelaksanaan kontrak, sementara yurisdiksi lain juga mencakup tahap negosiasi dan penyelesaian kontrak.

2. Standar Penilaian.

Perbedaan juga terjadi dalam standar penilaian pelanggaran prinsip itikad baik. Beberapa yurisdiksi menggunakan standar yang lebih ketat, seperti “perilaku yang dilakukan dengan niat buruk” (bad faith conduct), sementara yang lain menggunakan standar yang lebih longgar, seperti “ketidakwajaran” (unreasonableness).

3. Konsekuensi Hukum.

Konsekuensi hukum atas pelanggaran prinsip itikad baik juga bervariasi di berbagai yurisdiksi. Beberapa negara memungkinkan adanya ganti rugi, sementara yang lain hanya memberikan ganti rugi dalam kasus-kasus tertentu atau bahkan tidak memberikan ganti rugi sama sekali.

Mengingat perbedaan dalam penerapan prinsip itikad baik di berbagai yurisdiksi, upaya harmonisasi dan standarisasi menjadi sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dalam kontrak bisnis lintas batas. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui Prinsip-Prinsip UNIDROIT tentang Kontrak Dagang Internasional (UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts).

Prinsip-Prinsip UNIDROIT menyediakan seperangkat aturan kontrak yang komprehensif dan seragam, termasuk dalam hal penerapan prinsip itikad baik. Pasal 1.7 Prinsip-Prinsip UNIDROIT menyatakan bahwa “Para pihak harus bertindak dengan itikad baik dalam perdagangan internasional.” Meskipun tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum, Prinsip-Prinsip UNIDROIT telah menjadi acuan penting dalam praktik kontrak bisnis lintas batas dan telah diadopsi oleh berbagai lembaga arbitrase dan pengadilan di seluruh dunia.

No More Posts Available.

No more pages to load.