Oleh: Ersa Rahmawati
Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung
CDN.id, BABEL- Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, termasuk salah satu hutan hujan tropis terbesar di dunia. Hutan-hutan ini berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, menyimpan cadangan karbon, dan mendukung keanekaragaman hayati yang luar biasa. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, hutan-hutan Indonesia mengalami kerusakan signifikan akibat deforestasi. Deforestasi—atau penggundulan hutan—menjadi salah satu ancaman utama bagi lingkungan, kesehatan masyarakat, serta masa depan generasi mendatang. Deforestasi sering kali dilakukan untuk memenuhi tuntutan ekonomi seperti perluasan perkebunan kelapa sawit, pertambangan, dan pembangunan infrastruktur. Meskipun kegiatan ini berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, dampaknya terhadap lingkungan sangat serius. Kerusakan hutan yang tak terkendali menimbulkan berbagai masalah, termasuk perubahan iklim, banjir, tanah longsor, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Di tengah situasi ini, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana hukum lingkungan di Indonesia dapat berperan dalam mengatasi krisis deforestasi ini? Apakah kebijakan yang ada sudah memadai untuk menghentikan kerusakan hutan, atau justru memerlukan reformasi yang lebih dalam?
Deforestasi memiliki dampak ekologis yang luas. Pertama, hilangnya hutan menyebabkan penurunan kemampuan bumi dalam menyerap karbon dioksida (CO2). Hutan tropis seperti yang ada di Indonesia berfungsi sebagai “paru-paru dunia” yang menyerap karbon dalam jumlah besar dan membantu mengurangi efek rumah kaca. Ketika hutan ditebang, CO2 yang diserap oleh pohon dilepaskan kembali ke atmosfer, mempercepat pemanasan global dan memperburuk krisis iklim. Indonesia, sebagai salah satu negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar akibat deforestasi, berkontribusi pada perubahan iklim global.
Kemudian, deforestasi berdampak langsung pada keanekaragaman hayati. Hutan Indonesia adalah rumah bagi ribuan spesies tumbuhan dan hewan, termasuk beberapa spesies langka seperti orangutan, harimau Sumatra, dan gajah. Ketika hutan dihancurkan, habitat alami mereka hilang, mengancam kelangsungan hidup mereka. Kehilangan spesies ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga mengganggu keseimbangan alam yang mendukung kehidupan manusia. Selain itu, deforestasi menyebabkan kerusakan lingkungan lokal yang mempengaruhi masyarakat setempat.
Hutan berfungsi sebagai penyangga alami terhadap banjir dan tanah longsor. Ketika hutan ditebang, tanah menjadi tidak stabil dan rentan terhadap erosi, meningkatkan risiko bencana alam yang menghancurkan. Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sering kali menjadi korban pertama dari dampak ini, kehilangan mata pencaharian mereka serta terancam keselamatan hidupnya.
Dalam menghadapi masalah deforestasi, Indonesia sebenarnya telah memiliki sejumlah perangkat hukum untuk melindungi lingkungan. Salah satu yang paling penting adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini bertujuan untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan, serta menjamin pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan. Dalam konteks deforestasi, UU ini mengamanatkan pengelolaan sumber daya hutan yang memperhatikan prinsip keberlanjutan dan pelestarian lingkungan. Selain UU Perlindungan Lingkungan, Indonesia juga memiliki Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. UU ini secara eksplisit mengatur pemanfaatan dan pengelolaan hutan di Indonesia. Dalam UU Kehutanan, terdapat ketentuan yang mengatur tentang konservasi hutan, kawasan hutan lindung, serta sanksi bagi pelaku perusakan hutan. Namun, meskipun kerangka hukum ini terlihat komprehensif, implementasinya sering kali menemui kendala.
Salah satu kendala terbesar adalah lemahnya penegakan hukum. Meski ada peraturan yang jelas, sering kali terjadi ketidaktegasan dalam penerapannya. Banyak kasus pembalakan liar dan perambahan hutan yang tidak mendapatkan sanksi yang sesuai, baik karena kurangnya sumber daya penegakan hukum maupun karena korupsi di tingkat lokal. Alhasil, banyak pelaku deforestasi yang masih bisa beroperasi dengan bebas tanpa mendapatkan hukuman yang setimpal. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang lebih serius dalam mengatasi deforestasi. Salah satu langkah penting yang diambil adalah moratorium pembukaan lahan baru di hutan primer dan lahan gambut. Kebijakan ini dimulai pada 2011 dan telah diperpanjang beberapa kali. Moratorium ini bertujuan untuk melindungi hutan-hutan yang masih tersisa, khususnya hutan primer dan lahan gambut yang sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan.
Selain itu, pemerintah juga meluncurkan program Perhutanan Sosial, yang bertujuan untuk memberikan hak kelola hutan kepada masyarakat lokal. Dengan program ini, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan diberikan tanggung jawab untuk mengelola hutan secara berkelanjutan, sekaligus memanfaatkan hasil hutan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Program ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengurangi tekanan pada hutan, dengan memberdayakan masyarakat lokal sebagai penjaga hutan yang lebih bertanggung jawab.