APBD Kerap Defisit, Kinerja Pemerintah Eksplisit atau Menjadi Sumber Penyakit

oleh
oleh

Oleh: Okta Renaldi (Kabid PTKP HMI Cabang Bangka Belitung Raya)

Konsep kemajuan, budaya, pembangunan dan lain-lain, umumnya sekarang ditanggapi dalam konteks sempit dan terbatas, pada hal-hal yang bersifat material dan lahiriah saja.

Pada hakikatnya, setiap lembaga negara diberikan ruang untuk mengelola keuangan, yang setiap tahunnya dirumuskan melalui kesepakatan bersama, yang kita semua kenal dengan istilah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sementara itu, terkhusus di tiap-tiap provinsi atau di daerah, kita kenal dengan sebutan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Secara fungsi, APBD ditujukan untuk membuka lapangan pekerjaan, mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi perekonomian daerah, yang merujuk pada PP no 12 tahun 2019.

Dalam praktiknya, konsentrasi yang berlebihan pada wilayah pembangunan yang bersifat material, kerap dijadikan tujuan utama, sehingga hal demikian, menjadi faktor pendorong terjadinya pembangunan modern, baik mengedepankan prinsip kapitalis maupun sosialis, yang telah melahirkan gejala sosial budaya yang negatif, sekalipun dalam konteks pertumbuhan ekonomi yang pesat.

Melalui keterwakilan masyarakat yang ditugaskan untuk mengisi ruang-ruang penting di lembaga pemerintahan, sudah seharusnya mampu mendorong terjadinya pembangunan yang menyentuh pada hal-hal substansial dan berkedudukan pada insan yang mendasar.

Sebagai ajaran yang haq lagi sempurna, Islam yang telah mengatur umatnya dalam menjalankan kehidupan, dalam memandang sesuatu, tidaklah memisahkan antara aspek spritual dengan aspek lainnya. Sehingga, komitmen yang dituju dalam mengoptimalkan APBD, dapat berjalan produktif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.