Ketimpangan Upah dan Perlindungan Hukum Pekerja di Bangka Induk

oleh
oleh

Oleh: Saskia Ardianti

Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

CDN.id, BABEL- Bangka Induk, salah satu daerah yang memiliki potensi ekonomi yang besar. Namun, potensi tersebut tidak selalu selaras dengan kesejahteraan pekerja di wilayah ini. Ketimpangan upah dan lemahnya perlindungan hukum terhadap pekerja menjadi permasalahan yang terus berkelana di dunia ketenagakerjaan khususnya di wilayah Bangka Induk.

Ketimpangan Upah bisa dikatakan sebagai masalah yang tak kunjung usai. Ketimpangan upah di Bangka Induk terlihat nyata, terutama di sektor tambang, perkebunan, dan perikanan, yang menjadi andalan perekonomian daerah. Beberapa pekerja menerima upah jauh di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, Pasal 25 menyatakan bahwa pengusaha wajib membayar upah sesuai dengan ketentuan UMP atau UMK yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Namun, praktik di lapangan menunjukkan banyak pelanggaran, khususnya terhadap pekerja informal yang sulit mendapatkan akses terhadap kontrak kerja resmi.

Pelanggaran ini disebabkan oleh lemahnya pengawasan ketenagakerjaan dan rendahnya posisi tawar pekerja. Undang-undang cipta kerja menyebutkan bahwa pemberi kerja dilarang membayar upah lebih rendah dari ketentuan minimum. Namun kenyataannya, banyak pekerja yang tetap menerima upah jauh dari layak karena takut kehilangan pekerjaan atau tidak memiliki alternatif pekerjaan lain.

Salah satu faktor penyebab ketimpangan ini adalah rendahnya perlindungan hukum bagi pekerja, terutama di sektor informal. Perlindungan hukum bagi pekerja di Bangka Induk juga masih menjadi masalah serius. Karena banyak pekerja, terutama di sektor informal, tidak memiliki akses terhadap jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan. Mereka juga sering kali tidak mendapatkan hak dasar seperti cuti, jam kerja yang manusiawi, dan keselamatan kerja.

Seharusnya Undang-Undang cipta kerja menjadi payung hukum yang melindungi pekerja, namun implementasinya sering kali tidak optimal.

Ketimpangan upah dan perlindungan hukum pekerja di Bangka Induk merupakan isu yang kompleks dan memerlukan perhatian serius. Meskipun terdapat penurunan dalam Gini ratio dari 0,272 pada 2018 menjadi 0,244 pada Maret 2024, ketimpangan pendapatan masih mencolok, terutama antara sektor formal dan informal. Banyak pekerja di sektor informal yang tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai, sehingga hak-hak mereka sering kali terabaikan.

No More Posts Available.

No more pages to load.