Kenapa Selalu WHO bukan WHAT?

oleh

Oleh: AHMADI SOFYAN

KITA selalu kekanak-kanakan selalu mudah terpesona dan mudah tergiur dengan gaya rupa, pemberian bahkan tari-tarian (joget). Kita mudah terpikat dengan baliho kepala bukan isi kepala. Dalam kapasitas intelektualitas & spiritualitas, kita masih jelata….
====

WALAUPUN tidak semuanya, banyak Gen Z dan Milenial masih begitu jelata dalam kapasitas untuk memilih karena intelektualitas orang yang akan dipilih. Bukan sekedar intelektualitas, tapi spiritualitas dalam pemahaman bagaimana memilih pemimpin yang sebenarnya sudah diatur dalam agama, masih sering kita abaikan. Bahkan kita seringkali berusaha memisahkan agama dan politik. Padahal agama masuk dalam semua lini kehidupan. Jangankan politik yang ngurusin hajat orang banyak, soal kencing dan berak saja ada aturan dalam agama. Bahkan yang masalah sangat pribadi, yakni hubungan suami isteri di kamar pun diatur sedemikian rupa, karena Tuhan yang menciptakan hamba-Nya, sehingga Dia tahu aturan dan kebaikan atau kemudharatan bagi hamba-Nya. Apalagi persoalan hajat orang banyak, hajat bangsa dan keberlanjutan mengelola rezeki (kekayaan) Tuhan berupa Indonesia dan seisinya ini.

Demokrasi Democrazy

DEMOKRASI kita masih sangat belum maksimal, sebab pemahaman demokrasi dan daya intelektualitas masyarakat tentang demokrasi, kebangsaan bahkan Pancasila sebagai Ideologi masih terjajah (diatur sesuai selera) pengelola negeri (penguasa & pengusaha). Rakyat seringkali tidak bisa memilih selera, tapi hanya diarahkan agar sesuai dengan selera penguasa yang kolaborasi dengan pengusaha. Selera rakyat saja dikebiri, apalagi selera kebutuhan bangsa, semakin tak sesuai selera bahkan bertolak belakang. Akhirnya, bukan saja tidak mengenyangkan (memakmurkan), malam semakin kronis penyakit karena menu makan yang dipaksakan.

No More Posts Available.

No more pages to load.