Filosofi “Kelekak” dalam Kepemimpinan

oleh

Kepemimpinan “Kelekak”
JIKA seorang pemimpin di Bangka Belitung, baik di tingkat Kabupaten maupun Provinsi serta para Legeslatif yang memahami nilai-nilai kearifan lokal, saya yakin filosofi “Kelekak” dalam sebuah kepemimpinan ini sangat positif dijalankan. Nilai-nilai yang terkandung didalam “kelekak” masih sangat up to date untuk diterapkan dalam kepemimpinan.

Dalam catatan Penulis yang memang hampir 1 tahun ini hidup di “Kelekak”, setidaknya ada 3 pelajaran penting dari filosofi “kelekak” dalam ranah kepemimpinan:

(1) Semangat Menanam
Pemimpin adalah orang yang menggerakan, memfasilitasi, membangkitkan dan merangkul semua elemen untuk menentukah keberlanjutan negeri menjadi lebih baik demi masa depan anak cucu dan cicit. Pemimpin yang menanam pohon, akan dinikmati buahnya oleh anak cucu. Pemimpin yang menggali lobang (menambang), maka bersiaplah anak, cucu & cicit jatuh ke dalam lubang “camuy”. Begitulah pelajaran menanam yang diteladani oleh Atok-Atok kita melalui “kelekak”.

Bangka Belitung memang wilayah tambang (timah), tapi bukan berarti kita melulu menambang, namun juga bisa menanam. Bahkan harus lebih galak lagi dalam perilaku menanam. Sebab, jika lahan-lahan tambang dibiarkan begitu saja, tanpa direkalamasi dan tak diolah dengan menanam, maka jangan salahkan jika nanti Negeri Serumpun Sebalai menjadi Negeri yang tak lagi nyaman untuk ditempati. Jangan sampai Bangka bertambah hurufnya menjadi “Bangkai”.
Dari “Kelekak” kita belajar kepada perilaku Atok-Atok kita terdahulu, bahwa diusia senjanya, mereka masih berusaha untuk menanam, walaupun mereka tahu bahwa mereka tak akan menikmati hasilnya. Menanam tak memandang usia dan profesi, sebab menanam bukan hanya petani.

Gerakan SEMARAK (Semangat Menanam Rakyat) Bangka Belitung yang menjadi salah satu program Pj. Gubernur, Dr. Safrizal ZA, yang diikuti oleh Forkopimda menjadi salah satu upaya menekan inflasi serta mengembalikan semangat menanam. Sebab jika tidak selalu digalakkan dalam kebiasaan menanam, maka masyarakat Bangka Belitung akhirnya hanya tahu menambang. Artinya, jika pemimpin hanya tahunya menggali lobang, bersiap anak, cucu, cicit jatuh kedalam lobang (camui).

(2) Visioner
Seorang pemimpin wajib berpikir dan berani bertindak visioner. Kalau hanya pemikiran tanpa diiringi keberanian, maka cukuplah menjadi motivator atau pengajar di sekolah/kampus. Dalam membangun wilayah, pemikiran dan tindakan visioner seorang pemimpin menjadi wajib adanya. Sebab tanpa itu, pemimpin tidak akan meninggalkan jejak kepemimpinan setelahnya. Ia juga tak layak disebut pemimpin, tapi cukup pejabat. Sebab pemimpin dan pejabat berbeda maknanya bagi Penulis. Pejabat hanya menjalani apa yang diperintah dan diprogramkan yang diatasnya. Sedangkan pemimpin, ia harus menguras isi kepala untuk berinovasi dan melakukan aksi dari konsep yang ia miliki. Pemikiran seorang pemimpin bisa “dipertengkarkan” dalam segala ruang.

No More Posts Available.

No more pages to load.