Titel, Gelar & Kedunguan Sosial

oleh
oleh

Suatu hari, saya pernah didatangi seorang Dosen, lantas ia berkata: “Sayangnya kamu ini gak pernah kuliah dan tak ada titel sarjana, padahal kamu pintar”. Saya tertawa ngakak terus saya ajarkan banyak hal tentang kesarjanaan, titel dan gelar pada sang Dosen. Kagetlah ia ketika saya adalah sarjana dan saat itu sedang menempuh pendidikan S2 (tapi gak selesai). Sebaliknya, betapa sering saya mendapatkan surat undangan dengan gelar Dr (Doktor), S.H., SE, S.Ag dan lain sebagainya. Bahkan yang namanya gelar Ustadz dan Haji pun sering pula saya dapatkan. Baru beberapa bulan lalu, saya diundang oleh salah satu Kementerian RI untuk menjadi salah satu Narasumber. Tertera di backdrop nama saya dwngan gelar Doktor (Dr). Mengawali materi saya jelaskan bahwa saya bukan Doktor, tapi anggap saja Dr. itu bukan Doktor, tapi Devy Restu, nama isteri saya.

Suatu hari saya pernah berbicara dan menulis tentang agama dan dunia pesantren. Tiba-tiba di group WA ada yang komentar keras. “Ahmadi Sofyan ne macem kek tau kek agama bae, macem kek pernah hidup di pesantren bae”. Saya membacanya ketawa tapi jujur tetap “gerigit ati”. Saat itu saya ingin sekali menjawab sombong: “Kakek saya menetap di Makkah, mendirikan pesantren. Saya cucu kiyai. 12 tahun saya nyantri di Pesantren baik di Bangka maupun di Jawa Timur. Saya pernah ngajar di Pesantren di Jawa Timur dan dipanggil Ustadz di sana. Saya pernah jadi Pengurus Pesantren dan sampai detik ini (saat menulis ini), saya masih diminta balik ke Jawa Timur oleh salah satu Kiyai guna mengajar di Pesantrennya. Saya juga berani diadu untuk berceramah, tapi saya merasa gak pantas. Ilmu agama yang saya pelajari sekedar untuk emergancy (darurat). Artinya kalau sudah gak ada orang lain lagi, baru saya maju kedepan”.

Tapi sayangnya, semua itu gak jadi saya lakukan, takut nanti saya merasa hebat dan akhirnya dia malah tertawa, karena curriculum vitae-nya lebih dahsyat.

“Ahmadi Sofyan hanya tamatan SMA, kok disejajarkan dengan Professor?” Kurang lebih begitulah malam tadi saya mendapatkan terusan WA dari seseorang. Begitulah sifat iri dengki dan kedunguan serta kepicikan yang selalu saja terjadi di Negeri Melayu. Inilah salah satu kedunguan sosial.

Salam Dungu!

(Bangka Garage Cafe, 14/02/2024)

No More Posts Available.

No more pages to load.