Terus jika kemudian ini ramai menjadi sebuah topik pemberitaan, rasanya sangat wajar. Karena itu merupakan fungsi kontrol dari Pers. Bukan lantas harus dimaknai sebagai sebuah abstraksi situasi gaduh dan tidak kondusif. Namun selaku Pers, reaksi dari beberapa pihak yang merasa bahwa ini sebuah kegaduhan justru menjadi sebuah indikasi bahwa sikap resah beberapa pihak merupakan perwakilan dari yang sesungguhnya resah.
Beberapa informasi mulai terkuak oleh Pers, soal apa dan siapa yang disebut dan dilaporkan oleh PJ Gubernur hingga ke Gedung Merah Putih. Bahwa sebetulnya memang ada yang benar-benar merasa resah. Bisa jadi sudah menyadari dia adalah yang dimaksud sebagai ‘Maling Besar’ dalam pernyataan Gubernur.
Ironis memang jika seharusnya langkah Gubernur membuka kedok ‘sang maling’ melalui tangan KPK dorong dan didukung, bukan malah dirundung bahkan disebut cari panggung. Karena semestinya semua yang dilakukan oleh Pj Gubernur Babel tersebut sesuai dengan spirit bangsa untuk memberangus segala perbuatan koruptif yang selama ini menjadi penyakit.
Sampaikanlah rundungan tersebut ke KPK, karena mereka lah para eksekutornya, bukan Pj Gubernur. Bahwa mendesak seorang Suganda Pandapotan untuk mengungkapkan sosok yang di “sebut saja Maling Besar” tentu akan melanggar azas praduga tak bersalah. Dan itu pula yang mungkin mendorongnya menjawab pertanyaan wartawan, “silahkan tanya KPK.” Toh bagian atau kewajibannya selaku warga negara yang taat hukum sudah dilakukan, yaitu melaporkan ke KPK.
Kenapa harus ke KPK? Mungkin karena yang menjadi dugaan adalah perkara korupsi. Kalau di Kejaksaan atau di Kepolisian, nanti dikira itu maling ayam… Hahaha… maaf jadi bercanda. Tapi tentu ada alasan mengapa harus ke KPK. Tak perlu disebut pemborosan juga. Apalagi kalau dibandingkan dengan uang negara yang Dimaling.