Adhitya, Calon Polisi Masuk Islam di Usia Dini

oleh

Oleh: AHMADI SOFYAN

 

AWALNYA saya melarang (masuk Islam), sebab dia masih kecil. Karena agama bukan buat main-main, jadi saya minta kepada gurunya untuk membimbing keislamannya.

(Herti Sirait)

================

 

SELESAI melaksanakan Tarawih di rumah dinas Bupati Belitung, tiba-tiba saya dipanggil Pj. Gubernur Kep. Bangka Belitung, Safrizal ZA. “Tok, ini kamu gali profilenya, ini unik, dia baru masuk Islam. Kamu beberapa hari ini kan lagi rajin nulis orang-orang muallaf. Boleh ini kayaknya ditulis”. Saya sedikit tercengang, sebab didepan saya anak kecil berkopiah dan berbusana muslim yang sedang digandeng mesra penuh kasih sayang oleh Putra Aceh yang diamanahkan menjadi Pj. Gubernur Kep. Bangka Belitung ini. Selanjutnya saya pun mengajak anak kecil yang baru saya kenal ini ngobrol dengan didampingi gurunya. Inilah awal saya mengenal sosok anak unik, yakni masuk Islam di usia belia, tepatnya di bulan suci Ramadhan 1445 H.

Namanya Adhitya Dirgnantara Sitorus (sebagaimana yang tertera di Kartu Keluarga), usianya baru 9 tahun dan saat ini duduk di kelas 3 SD Negeri 33 Tanjung Pandan Belitung. Ia adalah anak yatim dengan diasuh oleh ibunya bernama Herti Sirait, sedangkan ayahnya Heras Sitorus meninggal dunia pada tahun 2008. Adhitya kelahiran Sihorbo, 19 Oktober 2013. Adhitya memiliki kakak bernama Mutiara Sitorus, Andre Sitorus, Arjuna Syahputra Sitorus, Anugerah Sanjaya Sitorus dan 1 orang adik bernama Marisi Parisian Sitorus. Kakak-Kakak dari Adhitya ini juga masih mengenyam pendidikan. Mutiara Sitorus adalah siswa SMK Negeri 1 Tanjung Pandan, Andre Sitorus di SMK Negeri 2 Tanjung Pandan, Anugerah di SMP Negeri 6 Tanjung Pandan, sedangkan Arjuna tinggal menetap di Pekanbaru bersama bibinya. Adihtya memiliki 1 orang adik Bernama Marisi Parisian Sitorus yang masih berusia 6 tahun.

Menurut Ibu Sumaryani, guru sekaligus Wali Kelas dimana Adhitya menempuh pendidikan dasarnya, sosok Adhitya dikenal pendiam, namun tegas dan keras (punya prinsip), suka berbagi. Sedangkan nilai kelasnya masih umum atau standar sebagaimana kebanyakan anak-anak lainnya. Penulis sempat melihat nilai raport dan Kartu Keluarga Adithiya guna memastikan dan keingintahuan yang besar tentang sosok anak yang unik ini. Jarak sekolah dan rumahnya kurang lebih 4 KM, Adhitya sejak kelas 1 sampai kelas 2, rutin berjalan kaki menuju sekolah. “Tidak pernah absen, kecuali sakit. Kalau pulang sering dijemput kakaknya atau kita antar. Kadangkala sampai jam 6 sore dia di sekolah. Sekarang sudah kelas 3 dan dia ke sekolah dengan menggunakan sepeda” cerita Ibu Sumaryani kepada Penulis saat berkunjung ke SD Negeri 33 Tanjung Pandan Belitung. “Dia memang pendiam, tapi tegas dan keras serta suka berbagi. Padahal dia bukan dari keluarga berada, namun jika memiliki sesuatu ia selalu berbagi kepada teman-temannya” cerita Ibu Sumaryani.

Kenapa Adhitya mau masuk Islam?” Penulis bertanya langsung kepada sosok bocah pendiam ini saat ngobrol di kediaman Bupati Belitung. “Pengen jadi orang Islam” jawabnya singkat. “Kemaren waktu disunat, gimana rasanya?” dengan malu-malu Adhitya menjawab: “Sakit, tapi abis itu enak” jawabnya senyum.

 

Ngotot Ingin Disunat dan Masuk Islam

BU, gimana sih caranya masuk Islam? Aku pengen banget masuk Islam” suatu hari pertanyaan itu keluar dari mulut Adhitya kepada Ibu Sumaryani, Wali Kelas III SD Negeri 33 Tanjung Pandan Belitung. Adhitya memang sosok murid yang sangat dekat dengan Wali Kelas-nya, Ibu Sumaryani. Mendengar pertanyaan dari muridnya ini, Ibu Sumaryani menjawab: “Ya harus disunat dan syahadat”. Mendengar jawaban sang guru, Adhitya berkata: “Saya mau, Bu”.

Mendengar perkataan muridnya, Ibu Sumaryani terdiam dan sedikit bingung harus bagaimana. Lantas Ibu Sumaryani menelpon ibu kandung Adhitya, Herti Sirait dan bercerita tentang apa yang dikatakan oleh muridnya ini. Herti Sirait yang mendengar laporan Ibu Sumaryani, ternyata tidak kaget, sebab menurutnya sang anak sudah sering mengungkapkan keinginannya untuk masuk Islam. Bahkan menurut Herti Sirait yang diceritakan oleh Ibu Sumaryani, Adhitya selama di rumah sering bersikap sebagaimana orang Islam. Kalau Maghrib tiba ia pergi sholat ke Masjid dan di bulan Ramadhan ini dia berpuasa.

Herti Sirait ternyata memberikan kebebasan kepada anaknya, walaupun anaknya ini masih berusia belia. Sebab menurutnya keinginan sang anak ini sudah lama dan selalu diungkapkan di tengah keluarganya. “Silahkan Adhitya masuk Islam, tapi siapa yang akan membimbing kalau dia sudah masuk Islam?” begitulah pertanyaan Herti Sirait kepada Ibu Sumaryani.

No More Posts Available.

No more pages to load.