Bahkan, berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI, frekuensi penerbangan komersil di bandara tersebut dalam perminggunya hanya 31 penerbangan, dan tidak memiliki apron untuk pesawat parkir.
Masih di provinsi yang sama, Pangkalpinang. Bandaranya, Depati Amir sedikit ‘bernasib’ lebih baik. Sebagai pulau yang diisi oleh 4 kabupaten/1 kota, Pulau Bangka memang menjadi pusat industri dan perdagangan, serta pusat pemerintahan yang menghubungkan komunikasi daerah dan pusat melalui Ibu Kota Pangkalpinang. Bandara ini cukup lebih besar dari saudaranya, dengan adanya 2 terminal aktif, walaupun hanya dapat menampung 4 pesawat dalam satu waktu.
Terminal baru Bandara Depati Amir diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 14 Mei 2019 lalu. Dalam pernyataan di hadapan pers usai penandatanganan prasasti, Kepala Negara memberikan proyeksi untuk pembangunan terminal di sayap kiri, yang akan menambah kapasitas dari 3 juta, menjadi 5 juta penumpang per tahunnya. Target pembangunan infrastruktur fisik itu saat ini masih dalam progres pembangunan.
Presiden menyebutkan, pembangunan terminal ini diharapkan dapat menunjang perkembangan dunia pariwisata di Bangka Belitung, dan akan menambah frekuensi penerbangan domestik perminggu yang saat ini berjumlah 105 penerbangan. Tentunya, hal itu adalah angin segar bagi daerah. Namun, perencanaan ini dapat terus berjalan, dan selesai jika kolaborasi antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat dapat terjalin dengan baik secara berkala, sehingga sasaran Indonesia-Sentris tercapai di Kepulauan ini.
#Babelsemakincakapdigital
#WujudkanIndonesia Sentris
#BabelsemakincakapdigitalWujudkanIndonesiaSentris
#interkonektivitas
#Bangka Belitung. (®)