Puisi Petani dan Semangat Menanam

oleh
oleh

Oleh: AHMADI SOFYAN

Pergi ke kota membawa kain
Kain dijahit lalu diobras
Jumpa kita di Desa Banyuasin
Desa unggulan penghasil beras
(M. Haris, Pj. Bupati Bangka)

=====

HARI ini (Senin/19/02/2024) untuk kesekian kalinya saya ke menapak kaki ke Desa Banyuasin Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka. Rasa-rasanya sudah sangat sering mampir ke Desa ini, seingat saya pertama kali ke Desa perbatasan dengan Kabupaten Bangka Barat ini kala masih dipimpin seorang Kades perempuan bernama Siti Aminah. Selanjutnya hadir dalam pernikahan sahabat dekat saya yang berprofesi sebagai wartawan Harian Babel Pos. Beberapa tahun silam, pernah menginap di Desa ini setelah seharian rame-rame bersama warga mencari ikan dengan tirok, ngerawai, nanggok di sungai desa. Jalan-jalan menyusuri hutan yang asri pun sudah pernah saya lakukan di Desa ini. Warganya ramah, ceria dan penuh persaudaraan kepada setiap tamu yang datang.

Desa Banyuasin tidaklah sepopuler desa-desa lainnya di Bangka Belitung. Selain lokasi nan jauh dari perkotaan, desa ini juga keberadaannya tidak di jalan raya Provinsi. Warganya hampir keseluruhan adalah pengolah lahan menjadi pertanian dan persawahan. Beberapa tahun lalu, saya masih menikmati hutan desa yang sangat asri, pepohonan besar serta lebah penghasil madu menggantung diatasnya masih saya saksikan. Semoga hutan tersebut masih terjaga dan menjadi aset berharga (dihargai dengan dijaga bukan dijual warganya).

Hari ini dari Kota Pangkalpinang saya membersamai dalam rombongan Pj. Gubernur Kep. Bangka Belitung menghadiri “Panen Perdana Padi Sawah” di Desa Banyuasin. Suasana pedesaan nan asri di Desa Banyuasin adalah semangat yang berbalut harapan bahwa lahan desa di Kepulauan Bangka Belitung tidak melulu penggalian (pertambangan), tapi penanaman. Di lahan yang luasnya 106 hektar itu dikelola oleh Desa untuk masyarakat menanam padi persawahan. Masing-masing Kepala Keluarga mendapatkan 0,25 hektar. Jika ini terus berkelanjutan, saya yakin masalah kebutuhan beras bagi masyarakat Desa Banyuasin sudah teratasi.

Kreativitas di Tengah Sawah
SAWAH sebagai penghasil padi (beras) yang menjadi kebutuhan utama masyarakat tidak boleh berubah. Namun mengembangkan kreativitas dengan memanfaatkan segala yang ada di lahan tersebut adalah kecerdasan yang menumbuhkan kreativitas atau inspirasi baru. Misalnya, area persawahan tersebut dikolaborasi dengan budidaya ikan diantara padi-padi ditanam dan aliran sungai kecil sepanjang persawahan. Bahkan lumpur-lumpurnya adalah rumah kehidupan belut. Masyarakat Desa harus didampingi bagaimana membuat blueprint pengelolaan lahan menjadi produktif dengan kreativitas kekinian.

Sebab, jika lahan seperti itu dikelola menjadi rapi, indah, produktif, suasana asri, tidak hanya sebagai penghasil beras & ikan, tapi juga destinasi agrowisata yang akan menumbuhkan semangat UMKM baru bagi ibu-ibu dan pemuda di Desa tersebut. Pemerintah Daerah Kabupaten harus mampu menjadikan hal seperti ini sebagai contoh keberhasilan Desa Tani yang sukses, jangan melulu pertambangan & perkebunan milik perusahaan besar sehingga masyarakat Desa menjadi kian tidak kreatif sebab lahan sudah habis dijual. Akhirnya selalu menunggu CSR dari perusahaan dan setiap kegiatan kepemudaan & masyarakat, pengajuan proposal menjadi pilihan. Seringkali saya ungkapkan, karakter masyarakat Bangka itu kritis & ikut-ikutan (riuh madu riuh kumbang). “Asak lom ngeliat kek igik mata e, lom pecaya” (Kalau belum melihat sendiri dengan biji matanya, maka belum percaya). Oleh karenanya, harus ada contoh Desa yang berhasil.

Tak hanya area persawahan yang mengandung air, Bangka Belitung memiliki begitu banyak lahan yang tidak produktif dan tidak termanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Saya melihat setidaknya ada 3 faktor mengapa ini terjadi:
Pertama Karakter dak kawa nyusah dan memulai sebuah kreativitas serta istiqomah dengan kreativitasnya masih sangat lemah bagi warga Bangka Belitung. Lahan yang luas seringkali hanya menjadi tanaman keras, setelah itu nunggu hasil panen. Tidak tergerak untuk memanfaatkan bagaimana lahan-lahan menjadi produktif menghasilkan sesuatu yang lebih (tidak hanya tumbuhan keras) atau bahkan penataan lahan pertanian menjadi layak untuk agrowisata. Bahkan seringkali saya ungkapkan, kedepannya “Kelekak” (Kelak kek Ikak) sebagai hutan buah-buahan khas orang kampung di Bangka ini harus menjadi destinasi wisata setiap pedesaan.

Kedua Lahan yang ada sudah beralih kepemilikan. Masyarakat Desa lebih mudah menjual ketimbang membeli. Sedikit penawaran tinggi oleh orang kota atau perusahaan, langsung berpindah tangan. Anak muda pergi ke kota melamar pekerjaan sebagai “jongos” sebab kepemilikan lahan di desa sudah bukan lagi milik orangtua.

No More Posts Available.

No more pages to load.