Pernikahan dini, yang sering terjadi di beberapa wilayah karna faktor budaya, sosial, ekonomi, atau agama adalah praktik ketika seseorang menikah pada usia yang relatif muda atau belum mencapai usia hukum atau di bawah usia yang diakui secara legal. Dalam proses pengadilan agama, pernikahan semacam itu dapat dianulir atau dibatalkan jika terbukti melanggar hukum yang mengatur usia minimum untuk menikah. Pengadilan agama dapat menangani kasus- kasus ini dengam mempertimbangkan hukum agama yang berlaku serta faktor-faktor sosial,budaya,dan kepentingan terbaik individu yang terlibat.
Pernikahan dini dijalin oleh sepasang pasangan yang masih dalam penumbuhan emosi yang baru stabil dimana hal-hal seperti itu harus dijalin dengan adanya komunikasi yang baik. Dimana jika dalam rumah tangga tidak adanya komunikasi yang baik akan memunculkan tanda-tanda yang bersifat patalogis yang dapat mengakibatkan keretakan dalam kasus sosial adalah perceraian, perceraian merupakan suatu hal yang dapat melepaskan ikatan perkawinan. Hal ini dapat terjadi karna kedua pasangan merasa sudah tidak ada lagi jalan keluar dalam permasalahan mereka selain melakukan perceraian.
Di Indonesia praktik pernikahan dini dianggap hal yang lumrah di Indonesia karena diperbolehkan dalam agama islam yakni merupakan salah satu sunah rasul,yang kemudian merupakan salah satu faktor terjadinya pernikahan dini. Tapi di zaman sekarang pernikahan dini lebih banyak berakhir kurang bahagia,tidak bahagia,bahkan hingga ke jalan perceraian, faktor lainnya yang juga menjadi salah satu kasus kasus pernikahan yang paling banyak adalah Married by Accident atau MBA.
Pengadilan agama (PA) Bojonegoro mencatat kasus perceraian tahun lalu sekitar 2.895 kasus,penyebabnya ada sebanyak 1.987 istri menggugat, kemudian 908 suami mengajukan talak. Sedangkan angka nikah dini sejak januari hingga Mei tahun sekitar 305 kasus, data itu bersumber dari 305 anak dibawah umur mengajukan dispensasi nikah(diska) ke PA. Untuk menekan tingginya angka perceraian dan nikah dini.