Jadi jelas, rasa keadilan yang tak terpenuhi dalam penegakan hukum terkait penganiayaan yang dialami RD dan SJ, bukan hanya soal angka pada vonis. Akan tetapi ada pihak yang diduga sama sekali tidak tersentuh pertanggung jawaban atas penganiayaan yang telah dilakukannya. Ini lah yang kemudian memantik reaksi dari seorang aktivis perlindungan anak Prof. Dr. Seto Mulyadi, S. Psi, yang menilai vonis dari para hakim PN Koba tak menimbulkan efek jera.
Kemudian, masalahnya tak hanya soal vonis 3 bulan penjara dan denda Rp 2 juta. Akan tetapi seharusnya ada banyak orang yang ikut bertanggung jawab, atas pukulan yang disasarkan ke tubuh RD dan SJ. Men Kho seolah dibiarkan ‘pasang badan’ yang tak seharusnya dibiarkan, menutupi pihak-pihak yang ikut andil membuat babak belur RD dan SJ.
Padahal, RD maupun SJ sudah menjelaskan bahwa Unyil tak sendiri. Bahkan salah seorang bapak paruh baya yang ikut menyasarkan pukulan atas fisik RD dan SJ. Penetapan Men Kho alias Unyil sebagai satu-satunya pelaku yang bertanggung jawab, pun agak mengusik logika. Karena korbannya yang terdiri dari 2 orang. Berarti Unyil seorang bisa menghajar 2 remaja sekaligus.
Berkaca dari kasus yang mendudukkan seorang Mario Dandy, bagaimana seorang anak di bawah umur dianiaya sedemikian rupa, hingga proses hukum yang tersorot begitu banyak kamera pers. Sehingga proses penegakan hukumnya terasa mengakomodir rasa keadilan dari korban dan keluarganya.