Oleh: Yudhistira Jaya Suprana (Pimred Channel8news.id)
CDN.id, BABEL- Sejak pelaksanaan Pilkada 2024 lalu hingga detik ini, di Kepulauan Bangka Belitung tercinta ini, kita semua sebagai rakyat disuguhkan drama menarik, yang mungkin alur ceritanya lebih absurd dari telenovela.
Bedanya, telenovela kadang masih punya akhir bahagia. Ini? Kita belum tahu. Fakta mencatat, dua daerah di Negeri Serumpun Sebalai, yakni Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka, harus menggelar Pilkada Ulang pada 27 Agustus 2025 mendatang, setelah kotak kosong, ya, kotak kosong, sukses mengubur asa pasangan calon tunggal yang terhormat untuk merajai kontestasi Pilkada 2024 lalu.
Melansir salah satu pemberitaan di laman detik.com, kita semua tahu, di Kota Pangkalpinang, pasangan calon Maulan Aklil dan Masagus M. Hakim hanya mampu meraih 42,02% suara, sementara kotak kosong meraih 57,97%.
Sementara di Kabupaten Bangka, pasangan Mulkan dan Ramadian kalah dengan perolehan 42,75% berbanding 57,25% untuk kotak kosong.
Apa yang lebih tragis dari itu? Jawabannya yaa… kenyataan bahwa meskipun ditolak oleh rakyat lebih keras daripada ombak laut Kepulauan Babel, belakangan ini terendus masih ada calon kepala daerah yang sudah kalah dari kotak kosong, tapi masih ingin kembali maju di Pilkada Ulang 2025.
Mungkin berharap keberuntungan datang dari arah mata angin yang berbeda.
Terserah sih, lagipula demokrasi memberi hak seluas-luasnya bagi siapa pun yang ingin maju sebagai calon kepala daerah. Tetapi… harus diingat pula, bahwa tidak berarti semua rakyat menerima.
Kalau merasa perlu untuk maju lagi setelah ditolak, yaa silakan saja. Tapi ingat, rakyat tidak mengidap amnesia massal—apalagi soal luka yang baru saja disayat lewat suara terbuka.
Beberapa hari ini, ramai di platform sosial, maupun berita-berita di sejumlah portal lokal, Gubernur Kepulauan Babel, Hidayat Arsani, dengan lantang dan gaya ceplas-ceplosnya menegaskan bahwa calon kepala daerah yang sudah kalah dari kotak kosong pada Pilkada 2024 lalu, baiknya tidak perlu lagi mencalonkan diri di Pilkada Ulang 2025.
Kenapa? Karena secara tak langsung, sudah memboroskan anggaran, apalagi terkhusus di Kepulauan Babel, yang saat ini sedang dihadapkan dengan kondisi keuangan yang tidak baik-baik saja.
Uang daerah, yang sedianya bisa untuk memperbaiki jalan atau membayar hal lainnya, jadi terkesan terbuang untuk meladeni ego politik yang tersinggung.
Sekarang, mari kita ambil kopi dan renungkan sejenak. Kalau sudah kalah melawan kotak kosong, itu bukan hanya masalah perhitungan angka saja, tapi secara tak langsung itu adalah pengumuman publik: bahwa rakyat lebih memilih ketiadaan daripada kehadiran.
Perlu digarisbawahi, Pilkada Ulang bukanlah sebuah klinik kecantikan politik. Calon kepala daerah yang kembali mencalonkan diri meski kemarin sudah kalah dengan kotak kosong, bisa saja dengan leluasa berganti baliho dan berharap wajahnya menjadi lebih segar.
Tapi perlu diingat: panggung politik ini bukan pasar swalayan, tempat menukar produk gagal dengan yang baru dan berharap ada yang membeli. Yaa… tentunya tak semudah itu.
Kekalahan dari kotak kosong juga bisa berarti: ketidakberadaan Anda di dalam kotak suara justru dianggap lebih menjanjikan oleh rakyat daripada kehadiran Anda sendiri. Dan itu seharusnya bukan cuma menjadi peringatan, tapi juga refleksi mendalam.
Jika sebelumnya sudah kalah melawan kotak kosong dan tetap bersikeras maju lagi, saya mohon izin bertanya:
“Apa yang dicari? Pencitraan? Ataukah benar-benar ingin melayani rakyat?”
Menurut pemikiran sebagian orang, mungkin jika Anda merasa bahwa dengan maju lagi setelah ditolak adalah hal yang bijak,
tapi tidak dengan orang-orang yang berpikir dari sisi sebaliknya.
It’s not about giving a second chance, tapi ini soal memberi ruang kepada pemimpin yang benar-benar diterima oleh rakyat.