CDN.id, BABEL- Pembuktian merupakan proses penyajian alat bukti yang sah secara hukum oleh pihak-pihak yang terlibat dalam suatu persidangan kepada hakim. Tujuannya adalah untuk memperkuat kebenaran dalil mengenai fakta hukum yang menjadi inti perselisihan, sehingga hakim memiliki dasar yang kokoh untuk merumuskan keputusan.
Subekti juga menyatakan bahwa Hukum Pembuktian adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dalam ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyatakan bahwa “Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini”. Maka, berdasarkan ketentuan pasal dalam undang-undang tersebut, dapat dipahami bahwa alat bukti yang digunakan dalam hukum acara peradilan agama sama dengan alat bukti yang digunakan dalam peradilan umum maupun hukum acara perdata.Alat bukti yang digunakan berdasarkan Pasal 1866 KUHPerdata adalah alat bukti surat, alat bukti sumpah, alat bukti saksi, persangkaan, dan pengakuan.
Terkait dengan hukum acara yang berlaku di lingkungan Peradilan Agama, khususnya terkait dengan perkara perceraian, dalam hal ini terdapat ketentuan hukum acara baik di dalam Pasal 22 ayat 2 PP No. 9 Tahun 1975 maupun dalam Pasal 76 ayat 1 UU No. 7 Tahun 1989, yang intinya bahwa dalam hal gugatan perceraian didasarkan pada alasan antara suami dan isteri yang terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga atau syiqaq, dalam memutus perkara perceraian tersebut adanya keharusan untuk mendengar keterangan saksi‑saksi yang berasal dari keluarga atau orang‑orang yang dekat dengan suami istri.