Mengembalikan “Kelekak”, Hutan Buah-Buahan Khas Bangka

oleh

Oleh : AHMADI SOFYAN

“KINI Kelekak sudah banyak ditebang dan dijadikan tanah kapling. Lambat laun, Kelekak akan jadi dongeng bagi generasi berikutnya….”
===

ATOK (Kakek) kita masyarakat Bangka Belitung dulu, adalah orang-orang visioner. Mereka menanam bibit buah-buahan hingga menjelang akhir hayatnya agar anak cucu bisa menikmati buah-buahan dari lahan sendiri, bukan lahan orang lain. “Makanya, Atok ikak nek rajin betanem, biar dak maling di kelekak urang” begitu kalimat judes orang-orang kampung di Pulau Bangka kala mendapati seseorang mengambil buah-buahan tanpa izin di “Kelekak” milik orang lain.

Dulu, Atok kita diusia senjanya masih menamam. Sebuah perilaku yang sangat visioner dan sudah sangat jarang kita menyaksikan hal tersebut. Atok-Atok kita di Bangka Belitung cerdas memanfaatkan lahan mereka yang umumnya tak jauh dari sungai kecil dimana mereka mandi. Sambil pergi ke sungai untuk mandi, Atok-Atok kita itu kita membawa cangkul atau kedik beserta beberapa bibit tanaman, seperti: Durian, Manggis, Tampoi, Rambai, Duku, Setol, Jambu, dan banyak lagi jenisnya. Ia tanam di mana saja, tanpa tertata rapi. Nanti tanaman-tanaman itu cukup dipupukin dengan sampah dapur.

Sang cucu bertanya: “Kek ape Tok, lah tue baru nek nanam e, semile kek makan e?” (Untuk apa Kek, sudah tua baru bertanam, kapan makan hasilnya?) Sang Atok menjawab: “Atok nanam ne ukan kek Atok, tapi kelak kek ikak-lah” (Kakek nanam ini bukan untuk Kakek, tapi nanti untuk kalian).
Seiring perjalanan waktu, bibit buah–buahan yang ditanam Atok itu sudah menjadi pohon dan berbuah. Seperti yang sudah diperkirakan, Atok tak menikmati apa yang ia tanam. Sebab dirinya sudah lama terkubur, meninggal dunia sebelum yang ia tanam berbuah lebat. Ternyata, yang menikmati adalah cucu dan cicitnya. Begitulah kalimat “Kelak kek ikak” konon menjadi KELEKAK.

No More Posts Available.

No more pages to load.