Oleh : Rama Arjuna Putra
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung
CDN.id, BABEL- Dalam sejarah panjang peradaban manusia, hukum Tuhan (lex divina) dan hukum negara (lex humana) telah menjadi dua sumber normatif yang membentuk tatanan sosial. Hukum Tuhan diyakini berasal dari wahyu ilahi dan bersifat absolut, sementara hukum negara merupakan produk konsensus manusia yang dinamis dan adaptif terhadap perubahan zaman. Di era modern yang ditandai dengan pluralisme, globalisasi, dan demokratisasi, relasi antara keduanya menjadi semakin kompleks—mengandung potensi konflik sekaligus peluang konvergensi.
Konflik: Ketika Nilai Bertabrakan
Konflik antara hukum Tuhan dan hukum negara sering mencuat dalam isu-isu sensitif seperti hak reproduksi, kebebasan berekspresi, dan pernikahan sejenis. Di beberapa negara, penerapan hukum positif yang liberal dianggap bertentangan dengan prinsip moral dan etika agama tertentu. Misalnya, legalisasi aborsi di negara-negara sekuler sering ditentang oleh kelompok agama yang berpegang pada nilai sakralitas hidup.
Selain itu, dalam sistem hukum positif yang mengutamakan HAM dan netralitas negara terhadap agama, upaya memasukkan norma-norma keagamaan secara eksplisit sering dianggap bertentangan dengan asas demokrasi dan kebebasan berkeyakinan. Di titik inilah ketegangan muncul: apakah hukum negara harus tunduk pada nilai-nilai ilahiah, atau justru berjalan independen dalam kerangka multikulturalisme?