Sertifikat HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pengalihan ini didasarkan pada kepentingan pihak pemegang hak guna bangunan. Misalkan, usaha yang dijalankan pemegang hak merugi atau lainnya.
Sertifikat ini juga bisa dijadikan sebagai jaminan utang sesuai Pasal 39 UUPA yang dituliskan sebagai berikut, “Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.”
Menurut Pasal 36 ayat (1) UUPA, sertifikat HGB hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia serta badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum dan berada di Indonesia Pemegang HGB memiliki kewajiban yang harus dijalankan dan akan ada sanksi bila tidak menjalankannya. Hal ini agar hak tidak disalahgunakan.
Orang atau badan hukum yang tidak lagi memenuhi syarat atau mempunyai HGB maka diwajibkan melepaskan atau mengalihkan haknya dalam jangka waktu 1 tahun. Jika tidak, maka kepemilikan status hak guna bangunan akan terhapus.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan HGB terhapus menurut Pasal 40 UUPA meliputi:
1. Jangka waktunya telah berakhir
2. Dihentikan sebelum jangka waktu berakhir karena sesuatu syarat yang tidak dipenuhi
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir
4. Dicabut untuk kepentingan umum
5. Ditelantarkan
6. Tanahnya musnah 7.Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2) UUPA.
Nah, itu tadi perbedaan SHM dan HGB dalam jenis-jenis sertifikat kepemilikan status hak atas tanah di Indonesia. (H4/ DC)