Filosofi Kulit Sapi, Kayu & Al-Qur’an

oleh

“Pandailah mencari (menyaring) dengan siapa harus berteman” begitulah nasehat almarhum Mak sejak saya kecil. Pun demikian dari naskah yang pernah saya baca: “Untuk tahu seseorang, cukup dengan mengetahui siapa teman (sahabat)-nya”. Berkaitan dengan ini, orang Jepang pernah menasehatkan: “Pandailah mencari (menyaring) teman. Setidaknya ada 4 teman dalam hidupmu yang harus dimiliki. (1) teman diskusi (2) teman bekerja/bisnis (3) teman menyalurkan hobi (4) teman berfoya-foya atau hiburan”.

Keempat jenis teman ini jangan salah “kamar”. Misalnya, teman berfoya-foya atau hiburan jangan dijadikan teman bisnis, bisa bangkrut. Pun demikian teman diskusi jangan jadi teman berfoya-foya, bisa rusak otak dan perilaku. So, jangan heran kalau kita sering mendapatkan kalimat: “Ah, dia itu kalau lagi sumpek, ada masalah, datang ke saya, kalau lagi senang-senang ke orang lain”. Bisa jadi kamu adalah teman diskusi buat dia, bukan teman untuk bersenang-senang. Nikmati saja dan asyik kok. Saya sering mengalami hal seperti ini, sumpah sangat menyenangkan.

Dalam masalah pertemanan, perumpamaan orangtua dulu mengatakan, berteman dengan penjual minyak wangi, walaupun kamu tak dapat minyaknya, tapi bakalan kepercik wanginya. Kalau kamu berteman dengan tukang las, walau tak kena apinya, akan terasa panasnya bahkan kena baranya.

Berapa banyak kita saksikan, betapa seseorang yang hanya duduk bersama orang yang tidak baik, ketiban prasangka orang bahwa dirinya bagian dari orang tersebut. Pun demikian ketika suatu kelompok yang namanya kurang baik dalam kehidupan sosial, ketika kita hanya duduk bareng mereka, cap buruk pun bakalan siap kita terima.

Dalam catatan ringan ini, berkaitan dengan persahabatan, saya mencoba menorehkan atau mengistilahkan kulit sapi, kayu & Al-Qur’an. Kulit sapi jika berteman dengan kayu, nasibnya jadi beduk. Pagi-pagi subuh sudah ditabokin, siangnya panas terik matahari dipukul lagi, sore saat Asar kembali dikempelangin, maghrib ditabuh, Isya disikat dan pas Ramadhan begini, sahur-sahur pas orang-orang enak tidur, kulit sapi nempel di kayu itu dibantai.

Tapi kalau kulit sapi nempel menjadi cover atau pembungkus Al-Qur’an, ia akan ditempatkan sangat mulia. Diletakin ditempat yang tinggi, yang memegang orang yang suci & bersih, saat dibawa diletakin di dada, mau dibuka dicium dulu dan abis dibuka dicium lagi. Maknanya, kulit sapi yang bukan siapa-siapa menjadi terangkat derajat dan kemuliaannya akibat nempel kepada Al-Qur’an. Pointnya, kulit sapi saja bisa mulia dan terangkat derajatnya nempel dengan Al-Qur’an, apalagi manusia.

Bahkan ketika seekor anjing nempel kepada kelompok Ulama bernama Ashabul Kahfi, dia pun terangkat derajat dan kemuliaannya. So, kalau bukan ulama, maka bertemanlah dengan ulama, kalau bukan orang suci, nempellah dengan Al-Qur’an, kalau belum jadi orang baik, berkumpullah dengan orang baik, kalau masih minim ilmu, sering datangi orang pintar (bukan dukun) dan kalau terasa belum sukses, berserikatlah dengan orang sukses. Tapi kita tidak akan mendapatkan apa-apa, kalau dalam diri masih tersempil iri dengki, hasad dan hasut. Kebanyakan kita iri dengan orang yang lebih dari kita. Orangtua (senior) membenci juniornya yang dianggap melangkahi keinginan dirinya. Inilah keburukan yang sering menerpa kehidupan sosial di negeri ini, Serumpun Sebalai berubah menjadi “Saling Nyerambun Saling Berkelahi”. Karena hasut, hasad & iri dengki.

No More Posts Available.

No more pages to load.