Dilema Anak Korban Perceraian

oleh

Perceraian dalam hukum Islam merupakan perbuatan atau langkah yang dilakukan oleh pasangan suami dan isteri apabila hubungan rumah tangga nya tidak dapat dipersatukan kembali dan apabila diteruskan akan menimbulkan madharat baik bagi suami, isteri, anak, maupun lingkungan nya. Sehingga dalam hukum Islam perceraian ini dilakukan dilakukan dengan cara yang baik demi mewujudkan kemasllahatan bagi semua pihak yang memiliki kepentingan. Cara yang baik ini dapat terealisasikan dengan melihat ketentuan Pasal 65 UU No. 7 Tahun 1989 Jo UU No. 3 Tahun 2006 Jo UU No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 115 yang mengatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama berusaha dan tidak berhasil medamaikan kedua belah pihak.

Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 disebutkan bahwa pemeliharaan anak yang belum mumayyiz (belum berumur 12 tahun) adalah pada ibunya, sedangkan yang sudah mumayyiz diberikan hak untuk memilih apakah akan tinggal bersama ayah atau ibunya. Sebagai seorang anak tentu akan dilema ketika diminta untuk memilih antara ayah atau ibunya, secara psikologis anak akan tertekan dengan perceraian kedua orang tuanya kemudian ditambah dengan keputusan untuk memilih tinggal dengan siapa

Dalam beberapa kasus, pemeriksaan anak di persidangan untuk mendengarkan keterangan anak menentukan pilihan tinggal dengan siapa berujung dramatis, tidak sedikit anak yang menangis di persidangan dan tidak bisa memilih akan tinggal bersama ayah atau ibunya, melainkan meminta tinggal dengan keduanya serta menginginkan agar orang tuanya berdamai.

Persidangan yang menghadirkan anak seringkali membuat haru, Majelis Hakim melakukan pendekatan emosional dengan anak terlebih dahulu kemudian menjelaskan kepada anak untuk menentukan pilihan dari hati tanpa intervensi dari siapapun, termasuk kedua. orangtuanya.

Tidak sedikit anak yang meluapkan emosi dan perasaannya di persidangan, kekecewaannya terhadap perceraian orang tuanya serta kenyataan yang harus ia terima sebagai anak dari orangtua yang bercerai. Peristiwa seperti ini seringkali terjadi, dan tentu hal tersebut merupakan gambaran dari psikologi anak yang tertekan.

Perceraian suami dan istri tidak hanya berdampak pada putusnya status pernikahan keduanya, namun ada anak-anak yang dikorbankan, pengasuhan yang dan pengawasan tumbuh kembang anak yang selama ini dilakukan berdua harus. berakhir, dan anak tidak akan merasakan kehangatan kebersamaan lagi. Disisi lain, dampak perceraian juga akan mempengaruhi kehidupan sosial anak, menyandang status sebagai anak dari orangtua yang bercerai tentu tidak akan mudah baginya.

No More Posts Available.

No more pages to load.