Baru-baru ini kita dihebohkan dengan munculnya kasus TINDAK pidana korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 yang masih menuai polemik untuk supaya segera diselesaikan. Salah satu poin yang disoroti adalah kerugian ekologi atau lingkungan sebesar Rp271 triliun. Nilai kerugian lingkungan berdasarkan perhitungan ahli forensik lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo menyebutkan ini merupakan masuk sebagai kerugian negara. Perdebatan yang mencuat adalah kerugian lingkungan tidak serta merta dipahami sebagai kerugian negara.
Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah memuat dengan rinci mengenai aktivitas pertambang baik kondisi pra-tambang sampai dengan kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan, pasca dilangsungkan proses pertambangan. Dengan kondisi yang terjadi hari ini siapa yang harus disalahkan? Dan siapa yang harus bertanggungjawab? Apakah investor, pemerintah dan perangkat-perangkat stackholder-nya, atau aparat penegak hukum yang telah mendiamkan dan membiarkan terjadinya praktik tambang ilegal sehingga korupsi terhadap kasus pertambangan tidak bisa dihindari, hal tersebut diyakini akibat dari lemahnya proses penegakan hukum yang baik, perihal perizinan dan juga proses pengawasan berkenaan dengan IUP legal maupun ilegal.