Cam Cam Buku Rimba & Pemilu

oleh
oleh

PEMILU dalam negara demokrasi bukanlah permainan “cam-cam buku rimba”, yang mana kita rakyat sebelum dan setelah memilih main tebak-tebakan bahkan taruhan mana yang menang atau kalah. Pemilu adalah penentuan perjalanan bangsa ini 5 tahun kedepan yang tidak boleh dijadikan mainan apalagi permainan kaum elit (elite global).

Menjamurnya embaga-lembaga survey yang tak independen sebab sekaligus sebagai Timses, selalu berupaya menggiring opini rakyat bahwa memilih si A pasti menang dan memilih si B buang-buang suara. Akhirnya menggeser kedaulatan rakyat dalam memilih. Rakyat yang seharusnya memiliki kemerdekaan penuh, menjadi terjajah dalam pilihannya. Makanya di negeri ini, kaos (kaosnya dilempar pula), sembako, kalender, lembaran uang masih jadi alat ampuh menggeser kemerdekaan/kedaulatan rakyat. Debat Capres & Cawapres yang harusnya sebagai penguji kemampuan calon dalam mengetahui dan memberi solusi persoalan negeri ini seperti tidak berarti. Yang cupu dianggap suhu, yang cerdas dikatain culas.

Pemilu di alam demokrasi harusnya bukan sekedar memilih, tapi pasca memilih adalah kejelian dalam menghitung dan merekap suara. Sebab dalam demokrasi yang dikuasai oleh oligarki, dalam Pemilu itu bukan siapa yang memilih, tapi siapa yang menghitung. Makanya, bukan rahasia umum, dalam demokrasi oligarki sekarang ini, siapa Panitia Pemilunya, siapa Tim Penguji Pemilihan Panitia Pemilu (Tim Seleksi), Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Penghitung Suara, itu sudah ditentukan sejak awal jauh sebelum Pemilu berlangsung. Masing-masing ada bandarnya, ada networkingnya, ada Boss-nya, ada wadahnya. Orang-orang seperti anda (yang sehat nurani serta kritis) & saya, nggak bakalan bisa berada di wilayah sana, baik sebagai Tim Seleksi apalagi jadi Panitia atau Komisi ini Komisi itu, Badan ini Badan itu. Nggak percaya? Nggak apa-apa, cukup lihatin dengan jeli permainan “Cam-Cam Buku Rimba”, pasti percaya. Sebab kerikil ditangan sudah pasti terbaca.

No More Posts Available.

No more pages to load.