“Behume”, Solusi Ketahanan Pangan Bangka Belitung

oleh

Oleh : AHMADI SOFYAN

KALAU masyarakat Jawa menanam padi, pasti jalannya mundur, tapi kalau di Bangka menanam padi pasti jalannya maju
=====

DULU dimasa kecil, saya seringkali menyaksikan orang-orang “behume” atau “behuma” alias berladang, yakni menanam padi di ladang atau lahan kering. Biasanya ketika lahan ditebas dan dibakar, sebelum ditanami lada (setelah lada ditanami karet), maka yang pertama kali ditanam adalah padi. Sekitae 4-5 butiran padi dimasukin ke dalam lobang yang tidak begitu dalam yang dibuat dengan kayu (galah).

Tehniknya, kaum laki-laki dengan 2 buah galah panjang di kedua tangannya berjalan didepan sambil membuat lobang kecil seukuran galah yang dipegang. Galah-galah itu diangkat dan ditumbuk ke tanah. Lantas kaum perempuan dengan membawa 1 buah tempat butiran padi (seperti piring atau mangkok kecil) dan berjalan kedepan dengan cara berjongkok sambil meletakkan beberapa butiran padi ke dalam lobang. Nah, kalau masyarakat Jawa menanam padi, pasti jalannya mundur, tapi kalau di Bangka menanam padi pasti jalannya maju.

Laki-laki yang membawa 2 buah galah di kedua tangannya sambil berjalan membuat lobang dengan galah tersebut dinamakan Nugal. Umumnya masyarakat di kampung-kampung seringkali menyebut awal menanam padi ini dengan sebutan “nugal”. Sedangkan “behume” atau berladang kala padi sudah mulai tumbuh hingga panen. Umumnya nugal atau menanam butiran padi ini dilakukan dengan rame-rame atau gotong royong. Tuan rumah atau pemilik ladang menyiapkan makanan dan minuman. Selain nasi beserta lauk pauk sekedarnya, umumnya ada bubur kacang hijau. Kalau kopi dan teh itu sudah pasti disiapkan. Gelak tawa dan canda ria penuh keakraban biasanya menjadi ciri khas dalam kegiatan Nugal ini. Terlebih makannya ditengah hamparan ladang, semakin nikmat saja. Terakhir kali saya ikut kegiatan Nugal ini tahun 2019 di lahan sahabat masa kecil di Desa Kemuja.

No More Posts Available.

No more pages to load.