Oleh : AHMADI SOFYAN
IBARAT Rak di dapur, didalamnya piring, gelas, teko, sendok, garpu, mangkok, pisau, toples, dan lain sebagainya sesekali bunyi “kelontang-kelonteng” akibat berbenturan. Begitulah demokrasi….
====
DEMOKRASI bukanlah baliho atau sepanduk, tapi salah satu tanda berjalannya demokrasi di negara kita adalah dengan menampilkan baliho dan spanduk sebagai pengenalan bagi masyarakat. Bagi saya pribadi, baliho atau spanduk sepanjang jalan di musim Pemilu seperti sekarang ini bagian dari keasyikan sendiri. Bendera partai berjejer, selama tidak mengganggu jalan dan baliho atau spanduk selama tidak dipaku di pohon hidup, oke-oke saja.
Di musim Pemilu seperti sekarang ini, banyak yang protes, mencemooh, menghujat, mencaci, mengolok dan sebagainya baliho & spanduk Caleg. Padahal kan cuma 5 tahun sekali, itung-itung rezeki tukang cari kayu, tukang pasang baliho dan tukang cetak baliho dan sepanduk. Warna-warni bendera, spanduk dan baliho adalah wajah demokrasi kita yang masih menghargai berbagai perbedaan dan pertanda kekayaan negeri. Kita kaya akan kader-kader yang siap mengabdi pada negeri melalui legeslatif.
Perbedaan itu rahmat yang sangat luar biasa. Bayangin kalau orangtua kita tidak berbeda alias sejenis, pasti kita tak pernah ada di muka bumi ini. Makanya nikah itu gak apa-apa beda suku, budaya, beda kampung, beda wajah, beda status sosial, beda profesi, yang paling penting beda jenis kelamin. Setiap perbedaan itu ketika akur dan harmoni, pasti melahirkan sesuatu yang baru.