Oleh:
Yumasiah
Mahasiswi Hukum Universitas Bangka Belitung
CDN.id, BABEL- Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan modern. Dengan jutaan pengguna yang aktif setiap harinya, platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, hingga WhatsApp memiliki peran besar dalam menyebarkan informasi secara cepat dan luas.
Namun, seiring dengan perkembangan pesat ini, muncul tantangan besar, yaitu penyebaran hoaks. Hoaks atau berita palsu bukanlah fenomena baru, tetapi dampaknya semakin meluas dengan adanya media sosial. Berita palsu yang disebarkan melalui media sosial memiliki kekuatan untuk menciptakan kebingungan, kepanikan, bahkan memicu konflik sosial di masyarakat. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendesak: sejauh mana hukum yang ada saat ini efektif dalam memerangi hoaks di era digital?
Hoaks memiliki dampak yang luas dan berbahaya. Ketika hoaks tersebar, terutama melalui media sosial, ia dapat dengan cepat mempengaruhi opini publik dan menciptakan narasi yang salah. Pada masa pandemi COVID-19, misalnya, banyak hoaks mengenai vaksin, penanganan medis, dan konspirasi terkait virus yang tersebar luas di berbagai platform. Ini tidak hanya menyebabkan kebingungan di tengah masyarakat, tetapi juga memengaruhi kebijakan publik dan keputusan individu dalam mengelola kesehatan mereka. Selain itu, hoaks juga dapat memicu perpecahan sosial, seperti yang sering terlihat pada isu-isu politik, agama, atau etnis.
Di Indonesia, penyebaran hoaks yang mengandung ujaran kebencian bahkan telah berkontribusi pada konflik sosial yang serius.
Dampak hoaks tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga oleh institusi dan negara. Kepercayaan publik terhadap pemerintah, media, dan lembaga-lembaga lainnya dapat tergerus jika masyarakat terus-menerus terpapar informasi palsu.