“Sekitar sepuluh staf, semuanya dokter muda dan perawat, mereka terus memberikan pertolongan pertama dan perawatan luka dengan sumber daya yang terbatas,” ujar dia.
“Sampai dua hari yang lalu, rumah sakit tersebut adalah satu-satunya rumah sakit di mana orang yang terluka dapat dioperasi di Gaza utara dan rumah sakit tersebut kewalahan menangani pasien yang membutuhkan perawatan darurat. Tidak ada lagi ruang operasi karena kekurangan bahan bakar, listrik, pasokan medis dan pekerja kesehatan, termasuk ahli bedah dan spesialis lainnya,” jelasnya.
Peeperkorn juga mengatakan keadaan jenazah korban serangan Israel baru-baru ini dibariskan di halaman rumah sakit karena mereka tidak dapat dikuburkan dengan aman dan manusiawi. Selain Rumah Sakit Al-Ahli, Gaza utara hanya memiliki tiga fasilitas kesehatan yang berfungsi sangat minim seperti Rumah Sakit Al-Shifa, Al Awda dan Al Sahaba, sudah menampung ribuan pengungsi.
Sementara pasien di rumah sakit Al-Ahli telah menunggu berminggu-minggu untuk dioperasi. Jika sudah dioperasi, mereka menghadapi risiko infeksi pascaoperasi karena kekurangan antibiotik dan obat lain.