Seperti diketahui, KLHK menetapkan ambang batas baku mutu emisi pembangkit tenaga listrik untuk PLTGU (Gas) adalah 150 miligram /Nm3 untuk parameter SO2, 400 miligram /Nm3 untuk parameter NOx dan 30 miligram/Nm3 untuk parameter partikulat.
Di tahun 2023, rata-rata data pengukuran emisi yang dikeluarkan oleh komplek pembangkit Muara Karang adalah SO2 sebesar 5,86 miligram /Nm3, parameter NOx sebesar 139,53 miligram /Nm3 serta parameter partikulat sebesar 2,85 miligram/Nm3 yang. Pengkuran ini diverifikasi oleh laboratorium independen yang terakreditasi. Hal ini tentu sangat jauh di bawah ambang batas baku mutu yang ditetapkan pemerintah.
“Tentu kami juga melakukan pengecekan dan monitoring secara akurat dan real time selama 24 jam nonstop melalui teknologi CEMS (Continous Emission Monitoring System). Sistem ini memonitor emisi yang terhubung langsung dengan Sistem Informasi Pemantauan Emisi Industri Kontinyu (SISPEK) KLHK untuk memastikan emisi PLTGU Muara Karang dibawah standar yang ditetapkan,” tutup Maryono.
Energi listrik yang dihasilkan UP Muara Karang sendiri disalurkan melalui Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV ke sistem interkoneksi Jawa Bali, serta menjadi salah satu pembangkit yang berkontribusi besar bagi kelistrikan di DKI Jakarta, dengan memiliki total kapasitas 2.177 MW dan berbahan bakar gas yang rendah emisi.(M0)