Sedangkan bagi Paslon atau kelompok yang kalah, hendaknya dapat menerima dengan lapang dada. Tak perlu berkisruh ria, apalagi memprovokasi atau hujat menghujat serta mencaci maki. Dalam pesta demokrasi yang memang kadangkala seringkali tak berprinsip adil, namun tetaplah harus kita lalui dengan hati yang damai serta mengutamakan keharmonisan.
Belapun kancil membawa nasi
Janganlah lupa membawa sepeda
Apapun hasil dari demokrasi
Hendaklah kita berlapang dada
Lapang dada, 2 kalimat yang kerapkali meluncur dari mulut kita atau begitu sering kita dengar. Lapang dan dada, 2 buah kalimat yang memiliki makna berbeda namun jika disatukan akan berubah makna yang luar bisa untuk kita renungkan. Lapang Dada bermakna mau, siap atau berkenan menerima sesuatu dengan tulus ikhlas. Berlapang dada menerima segala keadaan dan kenyataan hidup adalah salah satu bentuk kecerdasan dan kedewasaan. Karena dengan itu kita akan merasa tenang dan siap melangkah lagi. Tak pernah merasa kalah walaupun bukan pemenang, tapi hati kita adalah hati Sang Pemenang.
Bagi golongan orang-orang yang sabar atau terbiasa sabar, memaknai dan menjalani perilaku lapang dada adalah sesuatu yang sangat mudah, namun bagi yang sebaliknya, tentu hal ini sangatlah berat dan hanya menjadi hiasan bibir serta suara di telinga, tak pernah mendekam dalam hati sehingga tak mampu berbuah menjadi perbuatan. Melatih diri untuk berlapang dada adalah dengan membersihkan suasana hati dari perilaku dendam, benci, emosi, hasud, iri dengki, dan sebagainya. Karena hati adalah komandan dari organ-organ tubuh lainnya yang berposisi sebagai prajurit.
Walaupun rumah yang kita huni tampak sempit, tapi jika hati lapang, maka akan terasa luas. Walaupun tubuh sakit, tapi hati sehat, maka akan terasa enak-enak saja. Walaupun badan terasa lemas, tapi hati tetap tegar, maka akan terasa mantap melangkah. Walaupun kendaraan yang dimiliki mereknya murahan, butut dan jadul, tapi suasana hati selalu indah dan ceria, maka akan tetap terhormat dan bersyukur. Walaupun kulit dan wajah imut (item mutlak) alias hitam legam, apalagi cuaca yang kian panas melengking seperti sekarang ini, tapi jika hati jelita (bagus), maka yang tampak adalah kemuliaan dan bercahaya bagi orang yang memandangnya.
Sebaliknya, walaupun rumah lapang, tapi penghuninya berhati sempit, maka akan terasa sempit dan penuh dengan pertengkaran serta suasana akan menjadi panas yang menjalar dalam pribadi setiap penghuninya. Apalah arti makanan enak berkelas, jika hati berkecamuk. Apalah arti berada dalam ruangan ber-AC, jika hati panas mendidih, apalah arti bermobil mewah, jika hati kian merana. Jadi, hati adalah sesuatu yang sangat berharga dan harus terus terpelihara sehingga dada pun menjadi lapang dalam setiap keadaan.
Pesta demokrasi dengan memberikan suara oleh rakyat kepada para calon pemimpin pada Pilkada Serentak 2024 yang pagi ini (27 November 2024) suaranya ditentukan. Nanti, pasca pencoblosan, bagi pasangan dan timses yang merasa meraih suara terbanyak patut bersyukur dan tak perlu berhura-hura secara berlebihan, terutama oleh para timses yang semuanya sudah menyiapkan diri untuk “jual” omongan dan menjajakan “kejumawa-an”. Tak perlu membully di medsos yang justru menunjukkan betapa rendah kualitas diri dalam demokrasi, tak perlu jua menyanjung-nyanjung kandidat Anda berlebihan karena terlalu hina ketika penjilat dilahirkan dari rahim suci seorang ibu. Harus disadari, bahwa sesuatu yang terlalu disanjung dan dipuja akan melahirkan rasa kecewa. Toh, semua pejabat daerah membangun dan berbuat apa saja untuk daerahnya bukanlah dari uang mereka, tapi uang rakyat, jadi tak perku dibanggakan apa yang sudah dan akan mereka lakukan. Justru sanjunglah orang-orang yang berbuat dan membangun bukan dari uang negara (rakyat) serta tak menikmati fasilitas negara seperti rumah, mobil, gaji, dana operasional dan sebagainya.
Sedangkan bagi yang belum meraih kemenangan, menjaga suasana hati dengan berlapang dada adalah pilihan terbaik. Dengan hati yang dingin dan berlapang dada menerima keadaan atau kenyataan dengan ikhlas, menjauhkan dari berbagai prasangka-prasangka buruk, apalagi tim dan keluarga umumnya dalam suasana kalah biasanya memberikan berbagai laporan-laporan prasangka kepada sang calon yang dirundung duka nestapa. Ketidaksiapan menerima kekalahan dalam sebuah kompetisi adalah perilaku kekanak-kanakkan serta tak memahami makna sebuah demokrasi dan slogan “siap kalah, siap menang” seperti yang ditandatangani oleh setiap pasangan calon sebelum berlaga di medan pertandingan meraih simpati dan suara rakyat.
Kemampuan mengkondisikan hati agar berlapang dada dalam situasi apapun adalah perilaku orang-orang yang cerdas dan bijak kala menghadapi berbagai realitas kehidupan. Karena kita bukan sang pemilik hati yang sesungguhnya, bukan pengatur segala keadaan sesuai dengan keinginan dan impian, maka kita harus siap untuk kecewa, karena hidup tak kan selamanya sesuai dengan keinginan kita walaupun sudah berjuang mati-matian bahkan mati beneran. Walaupun kalah dalam kompetisi, masih banyak kesempatan lain dalam hal yang sama maupun berbeda untuk menggapai ambisi (cita-cita) atau berbuat terhadap rakyat serta orang-orang yang kita cintai. Sebagaimana yang kerapkali saya ingatkan kepada kawan-kawan yang curhat mengenai kenyataan hidup, “Tuhan tidak akan pernah salah menempatkan seseorang pada posisi yang tepat di waktu yang tepat pula. Jadi tak perlu memaksakan diri atau menghujat keadaan”.
Kemampuan mengolah suasana hati dan berlapang dada dalam setiap keadaan adalah salah satu kunci kesuksesan hidup seseorang. Dengan konsep lapang dada, seseorang akan meluaskan dadanya (baca: hatinya) seumpama samudra luas yang akan mengecilkan arti segala sesuatu yang mencemari kesucian dan ketenangannya. Sebuah hikmah yang sangat logis, air segelas akan mudah tercemar oleh setetes tinta hitam, tapi air dalam samudera tak akan terpengaruh atas gelontoran tinta sebanyak apapun padanya.
Jika kita perturutkan hawa nafsu, maka akan dapat dipastikan kita akan selalu berhadapan dengan kekesalan, kekecewaan, kesumpekan, kemumetan atas apa yang terjadi di sekeliling kita. Entah itu suara knalpot motor yang meraung-raung di jalanan, Polisi yang menilang, pimpinan yang mencla-mencle, kolega yang kurang berperasaan, suami/isteri yang susah dimengerti, sistem pendidikan yang tidak adil, berita korupsi setiap hari, BBM yang harganya kian melejit, calon yang didukung dalam Pilkada kalah suara, dan sebagainya. Jika kita larut di dalamnya, maka berarti hati kita tidak cukup luas sehingga sangat mudah terinfeksi atau tercemar oleh debu-debu kotor kehidupan dalam pribadi kita yang akhirnya kian semakin tidak dewasa.
Mari kita berlapang dada menerima segala keadaan dan kenyataan hidup. Karena dengan itu kita akan merasa tenang dan tak pernah merasa kalah walaupun bukan pemenang, tapi hati kita adalah hati sang pemenang, karena tak ada yang mampu mengganjalnya dan membuat ia menjadi kotor oleh iri dengki, hasud dan dendam. Dengan lapang dada kita akan mudah tersenyum sehingga mampu membahagiakan hati sendiri dan juga orang-orang di sekeliling kita.
Mulailah berdamai dengan hati sendiri dan tebarkan kedamaian untuk negeri.
Dibawa kemana si ikan pari
Dibelah dua gunakan badik