Ditambahkannya, bahwa kenaikan tersebut hendaknya secara bertahap, dan tidak langsung terabas hingga kenaikannya tak wajar. Irianto Tahor juga mengatakan bahwa beberapa warga masyarakat dokagetkan dengan besaran tagihan yang berkali-kali lipat.
“Beberapa rekan saya warga Pangkalpinang mengaku tagihannya melambung dari yang sebelumnya hanya 300 ribuan menjadi 2 jutaan. Ini benar-benar seperti kejar setoran. Padahal Pemerintah semesti nya sangat paham dengan kondisi masyarakat usai badai pandemi ini. Ini pun belum normal, masih was was pada lonjakan penularan Omicron. Ehh… tiba-tiba mendapat tagihan PBB yang meroket. Rasanya sangat-sangat tidak tidak etis menambah beban masyarakat. Cobalah kreatif mencari sumber pamasukan lainnya,” timpal Tahor.
Senada dengan Tahor, A Chin, salah seorang warga kecamatan Bukit Intan mengaku kaget tahihan PBB nya dari Rp 600 ribuan menjadi Rp 2 jutaan. Menurut A Chin sebaiknya pemerintah kota meninjau ulang kebijakan tersebut.
“Seperti buntu dalam kreatifitas dan pemikiran saja. Masa Cuma berharap peningkatan pendapatan dengan cara menaikkan NJOP PBB P2. Seharusnya cari pemasukan dari sektor lain. Ini bisa jadi indikasi kegagalan dalam konsep yang direncanakan. Sehingga solusi jalan buntunya menaikkan sektor pajak bumi dan bangunan. Semestinya lebih kreatiflah meningkatkan pendapatan dari sektor yang lain. Optimalkan pendapatan yang potensial. Seperti perparkiran, optimaslisasi aset dan lainnya, bukan begini, naik kan PBB. Gak tanggung-tanggung lagi, langsung sampai ratusan persen. Cobalah secara bertahap. Dan anehnya ini tanpa sosialisasi. Benar-benar aneh,” ketus A Chin.