Oleh : AHMADI SOFYAN
CUKUP lama saya menulis ini dan tidak ada keberanian untuk mempublishnya. Sebab tulisan ini langsung menyangkut nama seseorang yang sudah lama saya kenal namun jarang sekali berinteraksi. Setelah berpikir lama, akhirnya saya nekad mempublikasikannya. Mengapa demikian? Karena saya punya keyakinan, tulisan ini akan dianggap aneh, dikira ada apa-apanya dan mungkin mengandung banyak persepsi. Tapi ya sudahlah… gas-kan aja, apalagi disaat gas lagi susah akibat peraturan dadakan Pak Menteri yang bikin susah rakyat.
Memang, kebiasaan saya yang susah tidur, suka merenung seraya ngotak-ngatik otak, apalagi saat malam menjelang pagi di pondok kebun tepi sungai ditengah belantara, banyak hal yang kadangkala berputar dalam pikiran, termasuk memikirkan apa, mengapa, bagaimana harusnya dan siapa. Salah satunya berkaitan dengan kepemimpinan daerah, terutama Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kota Pangkalpinang.
Kemenangan rakyat yang ditandai dengan kemenangan Kotak Kosong di Kota Pangkalpinang mengharuskan kembali Pilkada di tahun 2025 ini. Kota Pangkalpinang sebagai Ibukota Provinsi adalah pintu gerbang, ikon dan pelabuhan pertama bagi semua orang yang menjajaki kakinya ke negeri ini. Tentu sudah seharusnya Pangkalpinang menjadi kota yang berkarakter. Sebab selama ini Pangkalpinang seperti sebuah kota tanpa karakter, tanpa ikon sehingga tak dapat menjadi kenangan dan perhatian penting bagi yang datang.
Pangkalpinang dan Permasalahannya
PERKEMBANGAN Kota Pangkalpinang dapat dikatakan lambat dan tak terukur. Sebab pembangunan serampangan yang disesuaikan dengan kehendak dan kepentingan sesaat seorang pemimpin tidak akan mampu menjadi legenda atau karakter kokoh bagi sebuah wilayah apalagi Ibukota Provinsi.