Ketiga, Kepedean Paslon Tunggal sangat nampak ketika awal pencalonan. Kalimat “berpasangan dengan siapapun menang” digaungkan oleh orang-orang terdekat. Setelah pendaftaran ke KPU dan menjadi calon tunggal, kalimat lain disebarkan “Tiduk bae lah, bangun-bangun dilantik“. Akhirnya kalimat-kalimat itulah yang membangkitkan semangat para tokoh dan aktivis di Kota Pangkalpinang bergegas turun gunung membersamai kelompok kecil pelopor Kotak Kosong agar Palson Tunggal “dak pacak tiduk“.Ketika saya mendengar kalimat tersebut, langsung bibir ini mengeluarkan kata-kata: “Oke, kite bikin die dak pacak tiduk. Ko mulai dengan Rusep Berasa Tempoyak“. Selanjutnya keberadaan Pemuda Pangkalpinang Bersuara dengan kreativitas luar biasa, membuat semakin semarak Kotak Kosong ditengah masyarakat. Kreativitas anak-anak muda ini memiliki fans tersendiri dikalangan pengguna media sosial.
Keempat, salah gaya keliru cara. Begitulah saya menyebutnya dari masa kepemimpinan masa lalu hingga masa kampanye Pilkada 2024 oleh Paslon Tunggal ini. Salah gaya salah cara diawali dari orang-orang terdekat yang sangat berlebihan. Misalnya bagaimana perilaku para honorer yang lebih “berkuasa” dari ASN yang notabene atasan. Bagaimana kendaraan dinas dipakai oleh orang-orang dekat dan sebagainya. Lalu, yang sangat memperihatinkan adalah menjadikan pembangunan seakan-akan milik pribadi (diberitakan dan dipuja puji oleh orang-orang terdekat berlebihan, padahal semua rakyat tahu bahwa itu adalah uang negara bukan uang pribadi).
Kelima, menganggap yang tidak masuk kelompoknya adalah musuh. Tentu ini sangat berlawanan dengan ilmu politik di dunia manapun dan dalam periode atau abad mana pun. Orang yang tidak merapat belum tentu musuh, bahkan kelompok yang berseberangan sekalipun tak mau dianggap musuh. Hal ini terjadi selama masa kepemimpinan Paslon Tunggal 1 periode dan dilanjutkan pada masa pencalonan dan kampanye. Disinilah awal sekat besar itu menjadi sangat terlihat dan dirasakan oleh banyak tokoh serta anak-anak muda lainnya.
Pilbup Bangka
Senyap tapi mematikan, tak ada gerakan besar Kotak Kosong sebagaimana Kota Pangkalpinang. Ini murni rakyat masing-masing (pemilih) menentukan. Rakyat benar-benar berdaulat tanpa ada gerakan manapun bahkan tak ada saksi di TPS. Walau sosok Paslon Tunggal dianggap “dak taipau”, bermasyarakat, namun kalangan perkotaan (Sungailiat) dan ASN rata-rata tak sreg dengan kepemimpinan Mulkan periode lalu. Hal ini nampak dari desas desus defisit anggaran di Pemda. Pasangan Tunggal di Kabupaten Bangka sudah yakin memperoleh kemenangan, sehingga kampanyenya sangat standar yakni kampanye dialogis. Tak ada bazar beras & minyak goreng murah seperti di Pangkalpinang. Andaikata itu dilakukan, mungkin tak begini ceritanya sebab wilayah Kabupaten Bangka adalah wilayah pedesaan. Paslon Tunggal juga tidak menggerakkan Timses (atau memang tidak ada, kecuali Timses kader Partai) di Pedesaan, sehingga masyarakat pemilih menganggap Pilkada kali ini suasananya beda dan kurang seru. Akhirnya berimbas, sebab kepemimpinan Paslon tunggal, oleh karenanya pilih kotak kosong saja. Begitu yang banyak saya dengar dari mulut warga di kampung-kampung.
Kurangnya kreativitas dalam mengkampanyekan diri serta “tak ada oleh-oleh” kepada masyarakat yang disambangi cukup mempengaruhi pilihan walau hanya kotak kosong. Kabupaten Bangka berbeda dengan Pangkalpinang. Kalau di Pangkalpinang, warganya tak lagi mempan dengan pencitraan seakan-akan merakyat, diberi ini itu, dirangkul cem kek seperadik, dibuat ingel-ingel cem kek merakyat banget. Tidak semudah itu Ferguso menarik perhatian rakyat Pangkalpinang. Nah, kalau Kabupaten Bangka yang notabene pedesaan, hal tersebut masih laku. Inilah jawaban mengapa Paslon Tunggal Bangka Selatan berhasil bahkan meraih suara signifikan.
Pilgub Provinsi Kep. Babel
Hasil Quick Count Pilgub Babel benar-benar diluar prediksi, alias banyak yang kaget bahkan “tekangak”. Paslon serba lengkap, Erzaldi – Yuri yang notabene putra Sang Menteri, Yusril Ihza Mahendra harus menelan kenyataan pahit dengan dikalahkan oleh pasangan biasa-biasa saja, Hidayat Arsani – Hellyana. Kenapa saya katakan biasa-biasa saja? Hidayat Arsani dan Hellyana yang tak selengkap Erzaldi – Yuri dari sisi intelektual, spiritual, sosial, bahkan mungkin mental, akhirnya harus mengakui kesaktian Hidayat Arsani yang akrab disapa Panglima.
Ada beberapa catatan saya pribadi mengapa ini terjadi.
Pertama, pasangan Erzaldi – Yuri tidak menggerakan mesin partai. Saya melihat dari jauh, Timses yang digunakan adalah anak-anak muda yang masih belajar politik medsos, bukan politik sosial kemasyarakatan. Erzaldi – Yuri dan Tim juga sepertinya sudah sangat yakin meraih kemenangan, bahkan saya yang bukan tim pun merasakan hal tersebut. Jujur, saya memprediksi pasangan Erzaldi – Yuri tak akan mampu dikalahkan oleh Hidayat Arsani – Hellyana. Cara kampanye Erzaldi jauh berbeda dengan kampanye periode pertama dulu. Dalam periode ini, tak ada lagi kalimat “minta tolong” kepada orang-orang atau tokoh-tokoh supaya membantu kemenangannya. Tak ada lagi kalimat “mengajak” dan sebagainya. Tapi lebih pada visi misi yang ditebarkan di media-media online yang memenuhi ruang “langok” pengguna media sosial. Sikap yakin dan pasti menang inilah yang justru tidak ada dalam pribadi Hidayat Arsani – Hellyana dan Timsesnya.