“Worst case nya harga BBM naik 10-15% dan itu cukup berisiko ke tambahan inflasi,” lanjut dia.
Bhima menambahkan, dari sisi penerimaan negara belum tentu naiknya harga minyak menguntungkan APBN, karena berbagai komoditas lain seperti batu bara mengalami penurunan.
Dampak kedua, adalah keluarnya aliran investasi asing dari negara berkembang karena meningkatnya risiko geopolitik.
Dijelaskan, dengan terjadinya ketegangan di Timur Tengah investor kemungkinan mencari aset yang aman baik emas dan dollar AS, sehingga berpotensi melemahkan Rupiah lebih lanjut ke Rp. 17.000 per USD.
“Ketiga, kinerja ekspor Indonesia ke Timur Tengah, Afrika dan Eropa akan terganggu menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan melambat di kisaran 4,6-4,8% tahun ini,” kata Bhima.