Pajak & Kebodohan Mengelola Negara

oleh
oleh

Oleh : AHMADI SOFYAN

Pemilu 2024, 14 Februari adalah “pengadilan rakyat”, mari memilih pemimpin yang tidak menyengsarakan rakyat dengan terus menerus mengincar pajak ini pajak itu dari rakyat.
======

BEBERAPA tahun lalu, seorang kawan yang punya toko yang tidak begitu besar dengan beberapa orang karyawan curhat kepada saya. Isi curhatnya begini: “Pemerintah kita ini bagaimana ya? Saya buka usaha dengan uang saya sendiri, lantas saya pekerjakan orang-orang yang putus sekolah karena tidak ada biaya, lantas mereka saya sekolahkan (kuliahkan). Selanjutnya datang Pemerintah nagih pajak ini dan itu. Bahkan pasang papan nama toko saja dipajakin. Saya sengaja curhat sama kamu, karena saya rasa kamu bisa mewakili “gerigit ati” (kesal) kita ini kepada Pemerintah atau setidaknya ngomong (nulis) di koran”. Begitulah curhat sang kawan yang pernah mengenyam pendidikan di luar negeri namun sangat bersahaja dan hidup dari jual beli kendaraan serta buka toko di tengah Kota Pangkalpinang.

Belum selesai disitu, beberapa pengusaha juga curhat yang sama kepada saya, bahkan kata-katanya cukup keras, padahal dia seorang pengusaha besar, masih “gerigit ati” dengan pajak ini pajak itu yang kadangkala harus bisa “mengakali” kondisi agar tidak bangkrut. Belum lagi soal karyawan dan segala tetek bengeknya. Akhirnya tak sedikit orang yang buka usaha berharap dapat “tetek” tapi kenyataannya hanya dapat “bengek” akibat tetek bengek dari urusan izin, koordinasi, sampai pajak ini pajak itu, aturan ini aturan itu dan sebagainya.

Oya, dulu saya pernah buka warung makan & cafe, belum beberapa hari buka, sudah ada pihak Pemerintah Kota datang membicarakan masalah pajak. Saya katakan kepada mereka bahwa kumpulkan pihak terkait (dinas) semuanya dan kita diskusikan soal pajak ini, jangan 1 orang, kasihan nanti kalau kalah debat sama saya. Hari berikutnya mereka datang dengan pakaian dinas lengkap sebanyak 7 orang untuk menghadapi 1 orang bengal seperti saya. Nggak lupa juga “kitab pajak” yang begitu tebal dibawain dan ditarok di meja bundar cafe saya. Kita pun mulai diskusi yang diawali dari mereka menjelaskan soal mengapa saya harus bayar pajak. Uang pajaknya untuk apa saja dan sebagainya.

Lantas giliran saya bicara. “Saya baru buka usaha, tidak dibantu Pemerintah. Lantas saya pekerjakan orang-orang dengan digaji sehingga membantu mereka, juga membantu negara. Tiba-tiba Pemerintah datang nagih pajak. Pertanyaan saya ada 2 dan kalau gak bisa jawab, mendingan pulang nanti kalau sudah bisa jawab, kesini lagi._
_Pertama, apa bedanya Pajak Pemerintah yang katanya kita ini sudah merdeka dengan Upeti Penjajahan Belanda? Silahkan buka sejarah bagaimana penjajahan Belanda memajaki rakyat Indonesia._
_Yang kedua, saya buka usaha tidak dibantu Pemerintah, lantas baru buka sudah didatangi untuk bayar pajak. Pertanyaan saya, apa bantuan Pemerintah agar usaha saya tidak bangkrut? atau bagaimana peran Pemerintah kala saya bangkrut?. Saya minta jawaban ini tertulis, ditandatangani, distempel sebagai bukti kalau suatu saat saya bangkrut. Karena ada jutaan orang rakyat Indonesia seperti saya ini diperlakukan tidak nyaman dalam usaha oleh Pemerintah sendiri bukan oleh Penjajah Belanda”.

No More Posts Available.

No more pages to load.