Pilkada Selesai, Semue Seperadik

oleh

(Harapan Pada Pilkada Serentak 2024 di Negeri Serumpun Sebalai)

Oleh: AHMADI SOFYAN

Kalaulah hendak membeli terasi

Pergilah ke hume membawa kedik

Kalaulah sudah pesta demokrasi

Hendaklah semue jadi seperadik

PAGI ini, sebelum menuju TPS, saya mencoba merangkai kata ditengah kesunyian pagi di Punok Kebun tepian sungai setelah beberapa lama berkutat dalam riuh dan hiruk pikuk mengikuti tahapan Pilkada Serentak 2024. Memang tahapan itu belum selesai, tapi beberapa tahapan dalam Pilkada sudah kita lalui dan beberapa langkah lagi sedang proses dan berjalan. Masa kampanye sudah usai, masa tenang pun telah dilalui dan hari ini ada hari pencoblosan Pilkada Serentak 2024. Pemilihan Gubernur – Wakil Gubernur, Bupati – Wakil Bupati dan Walikota –Wakil Walikota akan berlangsung beberapa jam lagi dan pastinya siang menjelang sore ini (27 November 2024) hasil penghitungan cepat (Quick Count) akan diketahui, walau resminya tetap dari pihak berwenang yang itu KPU.

Kejadian-kejadian masa kampanye sudah kita lalui, ada yang wilayahnya adem ayem hingga menjelang hari pencoblosan, tak ada paslon bagi-bagi amplop berisikan lembaran uang biru atau merah, tak perlu puluhan atau ratusan ton beras ditebarkan, juga tak perlu mendramatisir kejadian-kejadian, bahkan tak dibentuk Satgas ini dan Satgas itu bahkan tak ada Tim yang berkoar-koar mengejek Tim lain di media sosial, sebuah kedewasaan tinggi dan patut diberikan apresiasi. Tapi ada juga wilayah yang sebaliknya, padahal hanya Paslon Tunggal maupun di wilayah yang ada beberapa Paslon. Namun apapun itu, semua harus kita serahkan kepada “panitia pemilu” (KPU dan BAWASLU) serta aparat hukum yang bisa menindak hal-hal yang melanggar hukum. Sebagai rakyat, kita memang harus sama-sama memantau, menjaga dan yang terpenting adalah bagaimana menjaga perdamaian dengan tetap dalam koridor mengutamakan keadilan.

Bangka Belitung dikenal sebagai negeri harmoni, yang notabene sangat mengutamakan kedamaian antar sesama. Bahkan kalimat “seperadik” adalah bukti bahwa betapa masyarakat Bangka Belitung menganggap semua orang adalah bagian dari family sendiri. Dalam kehidupan sosial, saling merangkul bukan memukul, mengajak bukan mengejek, menggunakan argument bukan sentiment. Karakter masyarakat Bangka Belitung jika harus berargument hanyalah sekedar “beteco” tidak sampai mengancam, apalagi melempar batu dan berisikan ancaman sampai kepada permainan fisik. Sejak dulu, dalam hal perebutan kekuasaan dan menjalani proses demokrasi, di Bangka Belitung selalu mengutamakan perdamaian. Karena kedewasaan yang tinggi dari masyarakat inilah Bangka Belitung dianggap sebagai negeri yang damai dan tidak mengkhawatirkan bagi semua orang. Para pendatang bisa bekerja, mencari nafkah bahkan bisa masuk wilayah politik di negeri yang masyarakatnya penuh dengan keterbukaan ini. Prinsip yang dipegang masyarakat Bangka Belitung sejak dulu adalah “Dak sape negah ikak nek jadi Raje, asal jen ngeraje”. Artinya kalau sudah “ngebet” mau menjadi penguasa, silahkan saja, tapi ikuti aturan, adat istiadat, budaya dan jangan pernah berusaha menguasai dan merajai masyarakat, tapi jadilah pemimpin yang merangkul semua dan bertindak adil bukan justru mempertebal sekat pro kontra, orang kita musuh kita, dan sebagainya. Inilah sebetulnya dasar mengapa masyarakat Bangka Belitung disebut sangat menerima siapapun yang ingin berkiprah dalam semua bidang sosial kehidupan di negeri ini. Pointnya:

Berkain sarung perginya ke pantai

Hendaklah hati-hati tertusuk duri

Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai

Saling menghormati pandailah tempatkan diri

Pergilah ke sawah membawa tampah

Belilah bakpao si tuan Belande

Kalaulah sudah diberi amanah

Janganlah taipau jangan ngeraje

Sebab, Pilkada serentak 2024 akan menjadi cerita setelahnya. Pastinya kita ingin menorehkan sejarah kebaikan pada neger ini. Pastinya bagi orang-orang yang memiliki lapisan-lapisan cinta sangat mendambakan keharmonisan antar sesama. Bermimpi bagaimana Paslon menang dalam pesta demokrasi ini beserta Tim-nya tidak berlagak jumawa, justru sebaliknya lebih pada bersikap biasa-biasa saja, tawadhu, menyapa, “nampel” (silaturrahim) kepada orang-orang yang kemaren berseberangan, ngopi bareng, “ngentem” lempah kuning bareng, dan berbagai upaya merekatkan kembali kebersamaan. Lawan politik bukanlah musuh kehidupan, yang tidak mendukung bukan juga musuh keabadian, yang tidak memilih anda bukanlah artinya pembenci, sebab dalam sebuah demokrasi semua warga harusnya memang berdaulat pada pilihannya masing-masing.

No More Posts Available.

No more pages to load.